|
Detail Buku:
Judul : Sebuah Tempat Bernama Rumah
Pengarang : Dini Ardianty, dkk
Ukuran :
13 x 19 cm
Tebal : vi + 89 halaman
Harga :
33.000
PEMESANAN :
Ketik: Sebuah Tempat Bernama Rumah # NAMA LENGKAP #
ALAMAT LENGKAP # JUMLAH # NO TELP
Kirim ke : 085103414877 /
0341-2414877
SINOPSIS:
Tragedi yang terjadi di Palestina adalah tragedi kemanusiaan
terbesar yang seakan tak pernah ada habisnya. Sudah banyak nyawa yang
dikorbankan, sudah banyak rumah yang diratakan, sudah banyak batu yang
dilemparkan untuk menuju satu kata damai yang hingga sekarang tidak pernah
tercapai. Batas wilayah dan bangsa tidak menghalangi kami untuk berbuat sesuatu
untuk saudara-saudara yang tak pernah kami jumpai di sana. Lewat kumpulan
cerpen ini, kami ingin berbagi suka dan duka bangsa Palestina yang selalu
membayangi mimpi kami. Kami ingin membangkitkan kembali ke kenangan tentang
rumah yang hangat di musim dingin dan nyaman di musim panas. Rumah yang mereka
rindukan.
Tubuhku lunglai ke atas tanah penuh debu, sama seperti ayah tadi. Rupanya, begini rasanya ketika tubuhmu tertembus peluru. Dengan napas pendek satu-dua, aku memandang ke atas. Langit begitu cerah dengan awan-awan putih yang berarak cantik. Di atas tanah penuh kerusuhan ini, masih ada saja yang bisa disyukuri.
Tubuhku lunglai ke atas tanah penuh debu, sama seperti ayah tadi. Rupanya, begini rasanya ketika tubuhmu tertembus peluru. Dengan napas pendek satu-dua, aku memandang ke atas. Langit begitu cerah dengan awan-awan putih yang berarak cantik. Di atas tanah penuh kerusuhan ini, masih ada saja yang bisa disyukuri.
(Come Back Home-Aorisuka)
Matahari yang terbit disini lebih indah dibanding di tempatku tinggal. Mungkin, ini adalah salah satu keistimewaan Palestina, Tanah Yang Dijanjikan. Dari balik jendela kaca kamar Athar, kulihat nampak ada anak-anak kecil yang sedang berlarian, mengejar satu sama lain. Riang. Ceria. Masa kecil yang indah. Namun, kebahagiaan itu kurasa tak akan berlangsung lama, 1 atau 2 bulan lagi mereka bisa mati.
(Keajaiban di Balik Tembok Pembatas-Ni'matul Wafiroh)
Gaza masih sama seperti ingatanku empat belas tahun lalu. Saat ini masih musim semi, daun-daun menghijau di antara tanah berwarna keemasan. Sepanjang jalan aku dapat menemukan pohon jeruk dan zaitun yang berbuah ranum.
Gaza masih sama seperti ingatanku empat belas tahun lalu. Saat ini masih musim semi, daun-daun menghijau di antara tanah berwarna keemasan. Sepanjang jalan aku dapat menemukan pohon jeruk dan zaitun yang berbuah ranum.
(Reuni-Farah Abdat)